Adsense

Sabtu, 05 April 2014

Be (NOT) Yourself ....

Salah satu jargon yang hingga hari ini masih belum bisa saya terima adalah "Be Yourself". Jargon ini mengajarkan kita semua untuk menjadi diri sendiri, jujur  pada diri sendiri, dan mengekspresikan diri kita apa adanya. Jangan mengikuti orang lain, karena belum tentu gaya dan cara orang bisa kita ikuti.

Teorinya benar. Tetapi dalam pelaksanaannya sangat tidak mungkin.

Misalkan saya saja. Jika Anda tanya, seperti apa kepribadian saya sebenarnya? Maka saya akan dengan gamblang mengatakan bahwa saya adalah orang yang sangat egois, sombong, keras kepala, selalu ingin menang sendiri, dan sangat perfeksionis. Bahkan dalam sebuah tes kepribadian, saya ternyata punya kecenderungan berkarakter Dominan yang sangat tinggi. Artinya, saya punya karakter seorang diktator berhaluan keras.

Apabila saya menerapkan jargon "Be Youself" ke dalam pekerjaan dan kehidupan sosial di masyarakat Indonesia yang notabene adalah adat budayanya sangat Asia (sopan dan ramah-tamah), maka dapat dipastikan saya akan tersingkir. Saya tidak akan pernah masuk dalam lingkungan komunitas manapun karena karakter saya yang sangat "kejam" dan "tidak manusiawi" (atau istilah istri saya : "Psycho").

Karena itulah, sejak 10 tahun lalu, saya mengubah diri saya. Tidak mudah, tetapi saya berkomitmen untuk berubah, dan kini saya berubah. Saya menjadi orang yang rendah hati, merangkul dengan baik setiap jenjang level kepemimpinan di perusahaan saya (meski baru sebatas Middle Management dan Operasional Level), mau mendengar, dan selalu berusaha untuk bekerja sama dengan orang lain. Saya tekan level Karakter Dominan di dalam saya ke titik yang terendah, agar saya bisa masuk ke pribadi hampir semua orang, termasuk yang keras dan sama dominannya seperti saya.

Ungkapan "Be Yourself" hanya bisa kita terapkan jika kita hidup di negara-negara Liberal yang menuntut seseorang hidup dalam kemandirian dan individualisme tinggi. Atau bisa juga diterapkan jika kita sudah hidup sendirian di muka bumi dan menjadi satu-satunya spesies "homo sapiens" yang tersisa. Dengan berpegang teguh pada ungkapan itu, kita akan belajar untuk tetap "survive" dan bertahan hidup dengan mengingat-ingat siapa dan apa jati diri kita. Dengan tetap menjadi diri sendiri, kita belajar untuk tetap menjaga kewarasan kita agar tetap sadar kalau kita "manusia seutuhnya". Ini saya pelajari saat menonton film CAST AWAY (2000) yang diperani Tom Hanks.



Dalam film tersebut, Tom Hanks yang dalam film itu berperan sebagai pekerja di sebuah perusahaan ekspedisi. Satu ketika pesawat yang ditumpanginya jatuh ke sebuah pulau terpencil yang tidak berpenghuni. Selama bertahun-tahun, Tom Hanks tinggal di pulau itu sendirian. Dia hanya "ditemani" sebuah bola bernama Wilson dan menjadi satu-satunya sahabat Tom Hanks menjalani kesendirian hidup di pulau itu. Dalam film itu, Tom Hanks menunjukkan apa itu "Be Yourself". Dia berusaha mati-matian untuk tetap bertahan waras di dalam kesendiriannya, dan berpegang teguh pada fakta kalau dia adalah manusia seutuhnya. Apabila dia tidak mempraktekkan "be yourself", dia akan kehilangan jati dirinya, mempertanyakan siapa dirinya, dan pada akhirnya dia menyadari kalau dirinya adalah sebuah bola.

Maka dari itu, saya tidak pernah percaya dengan jargon "Be Yourself", "Menjadi Diri Sendiri", ataupun "Menjadi Jati Diri Sesungguhnya", karena dalam kehidupan bermasyarakat (yang mana dalam hal ini kehidupan bermasyarakat di Indonesia ini), itu tidak mungkin terjadi !!! Sebab dalam berhubungan dengan orang lain, kita dituntut untuk memahami orang lain. Bagaimana mungkin kita memahami orang lain, jika kita menuntut orang lain lebih dulu paham tentang kita? Bagaimana mungkin pula kita menuntut orang lain menerima kita "apa adanya" jika kita saja tidak mampu menerima mereka "apa adanya" juga?

Anda mungkin akan berdebat dengan saya, "Berarti Bapak berharap kami menipu sendiri dan menjadi seseorang yang bukan kami yang sesungguhnya?"

Bukan menipu diri sendiri, tetapi belajar menjadi bagian dari komunitas manusia tanpa menghilangkan esensi kemanusiaan Anda sendiri.

Contoh sederhananya bisa Anda pelajari dari tubuh Anda sendiri. Masing-masing bagian tubuh punya fungsi dan bentuk masing-masing. Tapi amatilah kalau semuanya saling bekerja sama dan dengan "rendah hati" melayani bagian tubuh Anda yang lain. Lihatlah saat hidung Anda kotor, kelingking dengan "rela" mengotori dirinya sendiri dengan mengorek hidung. Anda sebenarnya punya otoritas penuh untuk mengatur dan menuntut kelingking tidak melakukan hal itu (toh kelingking dan hidung punya Anda sendiri juga). Tetapi jika dibiarkan jadi sangat mengganggu. Karena itu, Anda "instruksikan" kelingking melakukannya.

Apakah itu menipu diri sendiri? Tidak. Kelingking tetaplah secara fisik kelingking saat mengorek hidung. Fungsi sebenarnya pun tidak berubah, tetap sebagai penopang kekuatan untuk tangan. Tapi karena "kerendahan hati"-lah, maka dia mau dikendalikan oleh Anda untuk mengorek hidung yang kotor, yang sebenarnya bukan "job-desc"-nya.

Sama seperti hal ini : Kita tetaplah kita. Kita punya karakter, kepribadian, dan sifat masing-masing yang menunjukkan kalau "inilah jati diri saya sebenarnya". Namun, kita tidak bisa menerapkan jargon "be yourself" dalam komunitas dan kehidupan sosial kita, karena itu berarti kita menuntut orang memahami kita, menerima kita apa adanya, sedangkan kita sendiri belum tentu bisa menerima mereka apa adanya.

Selama Anda tinggal di negara yang masih berpegang teguh pada tradisi sopan santun dan ramah tamah, belajarlah rendah hati untuk bisa menjadi bagian dari komunitas dan masyarakat. Sebab tanpa kerendahan hati, walau secerdas dan sehebat apapun diri Anda, tidak akan pernah bisa diterima dalam kehidupan bermasyarakat. Anda mungkin punya gaya sendiri dalam berbicara, dalam bersikap, atau berpakaian. Tetapi harus lihat, apakah gaya Anda bisa diterima? Jika tidak, berubahlah. Sebab jika tidak, maka Anda akan hidup sendiri di alam Anda sendiri, dan dunia akan melupakan kehadiran Anda.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar